Pelaku Kecelakan Lalu Lintas

Sebanyak 45% Pelaku Kecelakaan Tidak Memiliki SIM

PELAKU kecelakaan lalu lintas jalan di Jakarta dan sekitarnya didominasi oleh mereka yang tidak mengantongi surat izin mengemudi (SIM). Data Ditlantas Polda Metro Jaya tahun 2013 memperlihatkan bahwa 45,23% pelaku kecelakaan tidak memiliki SIM.

Dalam rentang lima tahun terakhir, yakni sepanjang 2009-2013, pelaku yang tidak memiliki SIM jumlahnya dominan. Sepanjang lima tahun terakhir, angka tertinggi terjadi pada 2012, yakni menyumbang 46,21%.

Melihat data yang ada bisa ditarik kesimpulan awam bahwa mereka yang tidak mengantongi SIM lebih rawan menjadi pelaku kecelakaan. Walau, mereka yang mengantongi SIM bukan berarti terbebas sebagai pelaku kecelakaan.

Di posisi kedua sebagai pelaku kecelakaan lalu lintas jalan adalah para pemegang SIM C, yakni para pengendara sepeda motor. Data memperlihatkan bahwa kelompok ini menyumbang 23,89% pada 2013. Sekalipun menempati posisi kedua terbesar, kelompok SIM C jumlahnya terus menurun sepanjang lima tahun terakhir. Tahun 2013, kelompok SIM C turun sebesar 24,92%.

Persyaratan dan Sanksi
Untuk mengantongi SIM seorang warga negara minimal berusia 17 tahun, itupun untuk SIM C. Kategori SIM C adalah untuk para pengendara sepeda motor. Undang Undang (UU) No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya di pasal 77 ayat 3 disebutkan bahwa untuk mendapatkan surat izin mengemudi, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.
Lalu, di pasal 81 ayat (1) ditegaskan bahwa untuk mendapatkan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian.

Melihat persyaratan usia yang mesti minimal 17 tahun untuk SIM C, yakni para pengendara sepeda motor, kita dibuat miris oleh fakta yang ada di sekeliling kita. Kini, kita dengan mudah melihat para anak-anak remaja berseragam sekolah menengah pertama, bahkan sekolah dasar yang wira-wiri dengan sepeda motor. Jangan-jangan mereka berpotensi besar menjadi pelaku kecelakaan di jalan.

Melihat aturan soal SIM tersebut, seorang warga negara harus memiliki kompetensi untuk mendapatkan SIM. Kompetensi bisa dimaknai bahwa kemampuan mengemudi tak sebatas soal teknis. Seorang pemegang SIM juga semestinya memiliki pengetahuan dan pemahaman soal regulasi yang berlaku. Tentu, harus memahami risiko di jalan raya dan mengetahui bagaimana berkendara yang aman dan selamat.

Tak heran jika UU tersebut menggariskan sanksi bagi para pengemudi yang tidak mengantongi SIM. Lihat saja di pasal 281 yang menegaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp 1 juta.

Sanksi itu ternyata lebih rendah jika dibandingkan dengan UU sebelumnya, yakni UU No 14/1992 tentang LLAJ. Dalam UU tersebut ditegaskan bahwa para pengemudi yang tidak memiliki SIM diganjar dengan penjara paling lama enam bulan atau denda maksimal Rp 6 juta. Entah kenapa sanksinya diturunkan.
Begitu juga jika seseorang mengemudi kendaraan bermotor di jalan raya tak mampu menunjukan SIM bakal disemprit. Dalam UU No 22/2009 tentang LLAJ sanksinya adalah penjara maksimal satu bulan atau denda Rp 250 ribu. Lagi-lagi, jika dibandingkan dengan UU sebelumnya, sanksi itu lebih rendah. Maklum, pada UU No 14/1992 tentang LLAJ, sanksinya adalah penjara maksimal dua bulan atau denda Rp 2 juta.


Comments